
Banyak dari kita yang sering mendengar kata change management (CM), tapi kurang bahkan tidak tahu apa sesungguhnya arti kata tersebut. Sesuai namanya, secara umum CM dapat diartikan sebagai segala upaya untuk mengelola perubahan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: Apa perubahan itu? Dan, kenapa perubahan tersebut mesti dikelola?
Untuk menjawabnya, ada baiknya kalau kita lihat gambar di atas. Seperti tampak pada gambar, setiap perubahan selalu akan melibatkan sebuah kondisi lama yang telah berakhir dan kondisi baru yang akan dimulai. Dalam Ganesha Project, kondisi lama ini tak lain adalah proses, pola, kompetensi, dan cara kerja lama sebelum sistem Oracle diimplementasi. Sementara kondisi baru adalah proses dan cara kerja baru setelah sistem tersebut diimplementasi. Kalau yang lama lebih banyak kerja manual, yang baru lebih banyak otomatis. Yang lama lebih banyak administratif dan klerikal, dengan sistem baru ini dituntut lebih analitikal. Yang lama cenderung kurang perlu kerja team, yang baru dituntut kerja team yang solid, dan sebagainya. Kalau yang lama barangkali tak butuh kemapuan komputer yang memada, tapi dalam kerja yang baru kemampuan tersebut menjadi keharusan.
Transisi dari pola kerja lama ke baru adalah masa-masa yang rawan dan kritis sehingga kita perlu waktu untuk penyesuaian diri. Dalam masa-masa transisi ini setiap orang yang terlibat dalam perubahan akan mengalami empat fase keadaan dalam merespon perubahan tersebut yaitu: penolakan, resisten, eksplorasi, dan akhirnya komitmen. Pertama-tama mereka umumnya akan memberikan respon penolakan. Pada fase ini biasanya mereka akan cenderung menolak segala hal pembicaraan mengenai perubahan; tak mau mengambil inisiatif perubahan; bersikap seolah semuanya ok-ok saja, tak ada perubahan; tetap tak mau meninggalkan rutinitas pola kerja lama, cenderung menyalahkan orang lain setiap kali ada kesulitan;
Fase selanjutnya adalah fase resisten. Dalam fase ini mereka biasanya akan mempertanyakan “kenapa saya?” dan kemudian mengatakan “ini tak adil!”; mereka juga memperlihatkan kemarahan dan banyak melontarkan keluhan dan kritik; banyak melontarkan kegagalan-kegagalan masa lalu; mereka juga yakin bahwa pekerjaan baru tersebut tidak mungkin dapat dilakukan; menolak untuk terlibat dalam program-program yang telah ditetapkan; cenderung diam dan pasif; semangat dan energinya rendah.
Setelah fase resisten ini dapat dilalui, umumnya mereka mulai mau menerima dan “nyaman” dengan kondisi baru hasil dari perubahan. Tahapan ini adalah saat pertama mereka menemukan “kenikmatan” dari kondisi yang baru, dan karena itu kemudian mereka banyak melakukan eksplorasi, eksperimen dan sebanyak mungkin mencoba berbagai kemungkinan yang ada di kondisi yang baru. Ciri-ciri mereka yang berada di fase ini antara lain adalah: mereka sangat enerjik dan hiperaktif, selalu mencari cara-cara baru dalam melakukan pekerjaannya; senang mengambil resiko dan selalu mencoba hal-hal baru; melontarkan banyak ide-ide; memiliki energi yang besar dan sangat antusias untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.
Setelah kenyang bereksperimen, mereka yang berada di fase eksplorasi ini biasanya kemudian masuk ke fase terakhir dari proses change journey yaitu komitmen. Pada fase ini mereka mulai merasa percaya diri dan merasa “in control” terhadap pola dan kondisi kerja yang baru; mereka juga mulai merasa comfortable dengan kondisi tersebut; secara teknis mereka juga merasa kompeten mengerjakan tugas-tugas di pekerjaan yang baru; karena merasa mampu, tingkat stress mereka juga menjadi jauh berkurang; mereka antusias untuk mencapai kesuksesan di kondisi yang baru; dan terakhir, mereka juga mulai merasa memiliki tanggung jawab bagi keberhasilan proses perubahan.
Agar kita mampu melalui fase-fase tersebut secara baik dibutuhkan CM tadi.
Sumber: the-marketeers.com - JPMI
No comments:
Post a Comment